SUARAKAN.COM: Kopi sudah menjadi salah satu komoditas penting pertanian masyarakat Desa Majaksingi, Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang Jawa Tengah sejak lama.
Meski dulu belum dikelola secara baik dan benar, kini masyarakat sekitar mulai menerapkan pengelolaan tanaman kopi dengan lebih praktis, efisien dan menghasilkan.
"Saat ini hasil kopi di Desa Majaksingi sudah bisa mencapai 12 kuintal setiap kali panen dari sejumlah lahan yang dikelola masyarakat," ujar Kepala Desa Majaksingi Bambang Budiyono dalam keteranganya Jumat 2 Oktober 2020.
Bambang menuturkan para petani di wilayahnya memang sempat kesulitan dalam menggarap komoditas kopi itu. Selain karena minimnya sarana dan prasarana, juga belum adanya etos kerja yang memotivasi masyarakat untuk serius mengolah potensi dari kopi lereng Menoreh.
Namun sejak desa itu sudah memiliki balai ekonomi desa atau balkondes, kegiatan pertanian kopi semakin terkelola. Sehingga tidak hanya dimanfaatkan sebagai produk pertanian atau perkebunan saja, tapi juga diproduksi untuk dijual langsung kepada wisatawan.
Dari balkondes itu, kelompok petani kopi tak hanya diberi edukasi dan palatihan rutin mengolah kopi. Namun juga mendapat bantuan sejumlah fasilitas dan sarana untuk mengelola kopi mulai dari hulu hingga hilir.
Misal mendapatkan alat pemijahan, penjemuran, mesin roasting, rumah rendam hingga rumah produksi pupuk organik pun dibangun untuk mendukung masyarakat desa meningkatkan produktivitas kopinya setiap musim tanam.
Tak hanya fasilitas hulu hilir yang disediakan, di desa itu juga dibangun semacam laboratorium untuk menjaga kualitas kopi yang dihasilkan dan diolah bernama Majaksingi Coffee Lab.
Sarana itu dikembangkan agar bisa menjadi wadah untuk masyarakat khususnya penikmat kopi maupun warga lokal untuk belajar memahami bagaimana proses kopi itu terbuat.
Termasuk menjadikan lokasi ini pas untuk menikmati kopi dari ketinggian bukit Menoreh.
"Target utama kami ingin menjadikan
Desa Majaksingi ini sebagai desa wisata. Muaranya adalah ekonomi dan kesejahteraan masyarakat," ujar Bambang.
Kepala Dusun Kerugbatur, Desa Majaksingi Yulius Ismoyo menyebut sebenarnya bukan hanya kopi yang bisa diolah sebagai kuliner khas desa kaki Menoreh itu. Setiap dusun, menurutnya sangat antusias untuk menggarap beragam kuliner khas desa tersebut.
"Hampir setiap kelompok dusun memiliki kuliner andalan. Mulai geblek, timus, tiwul, keripik daun kresen hingga olahan berbahan dasar apel lugut," ujarnya.
Menurut Ismoyo, kuliner khas tiap dusun di desa itu yang kini sudah semakin digarap sebagai pendamping utama komoditas kopi ketika desa itu kelak menjadi desa wisata dan disambangi rutin wisatawan.
Direktur PT Manajemen Community Based Tourism (CBT) atau CBT Nusantara yang selama ini menjadi pendamping balkondes-balkondes di kawasan Borobodur, Jatmika Budi Santoso mengatakan Desa Majaksingi memang kini menjadi satu andalan penopang kawasan wisata Borobudur dengan komoditas kopinya.
Jatmika mengatakan ketika komoditas kopi masih dikelola ala kadarnya atau hanya dimanfaatkan hasil pertanian lalu langsung dijual tanpa diolah, petani tak bisa menikmati jerih payahnya.
"Sampai-sampai (karena tak serius menggarap komoditas kopi) sebutan tanaman kopi desa ini dulu hutan kopi, karena tanamannya dibiarkan tinggi-tinggi," kata Jatmika.
Jatmika maklum pengelolaan pertanian kopi saat Desa Majaksingi kala awal masih apa adanya karena memang hampir tak ada pendampingan yang terarah seperti ketika kini memiliki balkondes.
Dengan balkondes itu sekarang yang terlibat dalam pengolahan kopi lebih banyak warga. Bukan hanya petaninya saja. Namun juga kaum perempuan melalui kelompok wanita tani yang mengurus pupuk organiknya dan anak-anak mudanya yang mengembangkan Coffee Lab nya.
"Jadi semua sekarang terlibat, kerja dan memiliki kesadaran bersama bahwa desa ini memiliki potensi besar," ujarnya.